Yang satu mengambil kisah percintaan Bung Karno dan Fatmawati, satunya lagi adalah kisah Soekarno dan Inggit. Meski beberapa sumber menuliskan ibu Ingrid, kemungkinan yang dimaksud adalah Inggit Garnasih, mantan istri Soekarno yang tinggal di Bandung.
Menarik melihat dua film yang sebenarnya ceritanya bertautan akan difilmkan. Film Soekarno dan Inggit Garnasih ini kabarnya dipersiapkan oleh Rano Karno, aktor veteran yang sekarang menjadi Wakil Bupati Banten. Sementara cerita Bung Karno dan Fatmawati, akan dibiayai langsung oleh Pemda Bengkulu.
Soekarno adalah inspirasi bangsa Indonesia, yang semangat nasionalisme-nya masih berkobar lewat naskah-naskah pidatonya yang masih dicari orang di seluruh pelosok Indonesia ini. Kisah cintanya, yang memiliki banyak istri, berawal dari kedua wanita inilah.
Soekarno yang mengenal Inggit ketika sedang kuliah di Holland Indlandsche School (sekarang ITB). Keduanya menikah ketika Soekarno sudah menjadi insinyur. Inggit menemani Soekarno dalam pengasinganya dari Pulau Ende (Flores) hingga ke Bengkulu. Inggit yang menyemangati ketika Soekarno putus asa dalam pergerakannya.
Di Bengkulu inilah Soekarno bertemu Fatmawati. Ketika Soekarno yang menginginkan keturunan hendak menikahi Fatmawati, Inggit merelakan diri untuk diceraikan dan kembali ke Bandung, kembali ke kehidupannya. Fatmawati sendiri juga menemani Soekarno dalam berbagai peristiwa penting, dari Proklamasi, masa-masa awal kemerdekaan, hingga peristiwa Rengasdengklok.
Fatmawati pun akhirnya meminta cerai ketika Soekarno hendak menikah lagi. Fatmawati seperti Inggit pun kembali ke kehidupannya sebelumnya, memulai dari nol.
Entah seperti apa skenario yang akan dituliskan kalau benar yang akan diangkat dari Bapak Prokalamasi kita ke film adalah kisah romansanya. Kabarnya kedua keluarga besar Inggit dan Fatmawati telah memberi izin asal berdasar pada sumber yang bisa dipercaya.
Di tengah carut marut politik negeri ini, kisah Bung Karno mungkin mencapai momentum tepat untuk difilmkan, asal benar berdasar pada formula yang tepat, bukan sekadar film romansa ataupun sekadar film poltik.
Adaptasi biografi terakhir di bioskop Indonesia, Sang Pencerah, oleh Hanung adalah contoh film yang baik. Kisah KH Ahmad Dahlan mampu disampaikan sekaligus menginspirasi. Mungkin sebagai tolak ukur, Sang Pencerah boleh menjadi contoh untuk adaptasi film-film Bung Karno