Feature


Kamis, 09 Mei 2013 - 13:53:55 WIB
[Europe on Screen 2013] Exclusive Interview: Jari Litmanen
Diposting oleh : Titis Sapto Raharjo (@titisapto) - Dibaca: 4047 kali

Ada yang spesial pada penyelenggaran Festival Film Eropa (Europe on Screen) 2013 ini, kedutaan besar Finlandia beserta penyelenggara Europe on Screen menghadirkan satu tamu khusus pesepakbola legendaris asal Finlandia, Jari Litmanen.  Jari Litmanen adalah pemain sepakbola internasional yang sudah berkarir lebih dari 25 tahun di dunia sepakbola. Klub besar yang pernah dibelanya adalah Ajax Amsterdam, Barcelona dan Liverpool. Bersama Ajax, Jari Litmanen meraih gelar Liga Champions pada tahun 1995.

Pada Europe on Screen 2013, film tentang perjalanan karir sepakbola Jari Litmanen, Kuningas Litmanen diputar. Jari Litmanen hadir di Jakarta untuk datang ke opening Europe on Screen dan hadir pada sesi pemutaran filmnya, hari Minggu (5 Mei) lalu di Goethe Haus. 

Flick Magazine berhasil mewancarai Jari Litmanen dua kali, pertama secara singkat pada press junket yang diadakan kedutaan besar Finlandia di hotel Keraton at the Plaza pada Jumat, 3 Mei 2013 dan yang kedua sebelum Jari menonton film dokumenternya di Goethe Haus, Jakarta.

Berikut rangkuman wawancara Jari Litmanen dengan Flick Magazine:

Flick Magazine (FM):  Bisa diceritakan awal mula pembuatan film dokumenter anda, Kuningas Litmanen?

Jari Litmanen (JL): Pertama-tama saya harus menjelaskan bahwa ini bukanlah film saya tapi ini adalah film tentang saya, jadi saya tidak bisa menjelaskan detail pembuatannya, karena ada tim yang membuatkan film tentang karir saya selama menjadi pemain professional. Tapi saya mengikuti terus selama proses syuting tentang seluruh tim yang terlibat. Sangat menyenangkan. Saya sangat senang ada orang yang mau membuat film tentang perjalanan 25 tahun karir saya.

FM:  Butuh berapa lama proses pembuatan film ini? Dan bagaimana prosesnya?

JL: Pada awalnya, proses pembuatan dimulai Oktober 2010 dan film itu saya tahu selesai pada musim panas 2012. Jadi selama 2 tahun lamanya, seluruh tim produksi bekerja mewancarai bekas pelatih saya, orang-orang di sekitar saya, teman-teman lama saya sekaligus berkeliling ke klub-klub lama saya. Ya, ketika berkeliling untuk syuting, saya juga ikut serta.

FM: Apakah anda juga ikut dalam proses editing menentukan apa yang harus dimasukkan dan apa yang tidak?

JL: Tidak sama sekali. Hanya satu kali mengikuti meeting dengan sutradara dan produser dan mereka menceritakan apa-apa saja yang akan ada di film.

FM: Dalam film, diceritakan bahwa anda memang menyukai sepakbola dari masih kecil, apakah karena faktor lingkungan atau orang tua?

JL: Pada dasarnya saya dibesarkan di lingkungan sepakbola, ayah saya bekas pemain bola di Finlandia, ibu saya bahkan juga aktif jadi pemain di klub sepakbola wanita, jadi lingkungan di keluarga membuat saya menggilai sepakbola. Sejak umur 3 tahun, saya sudah sering memainkan bola, jadilah saya besar dengan sepakbola. Pengaruh keluarga memang paling penting dalam karir saya. Semua mendukung hingga saya menjadi pemain professional dan berkarir di sepakbola.

FM: Di masa awal karir anda, selain pengaruh besar dari keluarga, adakah pemain atau klub yang anda kagumi?

JL: Tentu saja, dari kecil saya mengagumi klub Liverpool, disana ada pemain besar seperti Kevin Keegan dan Kenny Daglish. Saya juga suka dengan gaya permainan Diego Maradona. Lalu setelah saya tahu banyak soal sepakbola, pandangan saya sedikit berubah dan mulai mengagumi banyak klub dan permainan dari banyak bintang. Pelajaran dari banyak pemain itulah yang memotivasi saya untuk bermain dengan terus lebih baik.

FM: Dari ratusan pertandingan di Liga Finlandia, Eredivisie, La Liga, Liga Premier Inggris, Champions League dan Bundesliga yang sudah anda lakoni, apa pertandingan terbaik dalam hidup anda yang masih anda kenang hingga kini?

JL: Tentu saja pertandingan terbaik saya ketika Ajax menjadi juara Liga Champions di tahun 1995, ketika seorang pemain sudah mencicipi semua gelar domestik tentunya anda ingin lebih dan menurut saya, menjadi juara Liga Champions adalah kasta tertinggi dari sebuah klub, terutama di Eropa untuk dicapai.

FM: Anda juga mencetak banyak gol dalam karir anda, apakah ada gol terbaik yang anda kenang hingga kini?

JL: Mencetak gol adalah kesenangan pribadi tapi tidaklah penting jika tim saya pada akhirnya tidak memenangi pertandingan itu, jadi menurut saya gol-gol terbaik saya dalam karir adalah gol yang saya buat dan pada akhirnya membuat tim saya memenangi pertandingan pada saat yang krusial. Tidak ada gol spesifik yang saya kenang, yang penting adalah gol yang dibuat dari seluruh kerjasama tim dan tim meraih hasilnya dengan kemenangan di akhir pertandingan. Itu yang terpenting untuk saya.

FM: Apakah hobi anda selain sepakbola?

JL: Pada dasarnya saya sangat menyukai semua jenis olahraga. Jadi waktu saya memang dihabiskan untuk olahraga, jikalau saya memilih sepakbola sebagai karir itu memang karena saya dibesarkan dan dipengaruhi oleh lingkungan sepakbola namun saya juga rutin memainkan jenis olahraga lain seperti tennis, ice hockey dan golf.

FM: Teman-teman di generasi anda seperti Pep Guardiola, Frank Rijkaard, Frank de Boer dan banyak lainnya memilih karir sebagai pelatih sepakbola setelah pensiun menjadi pemain sepakbola. Apakah anda akan mengikuti jejak mereka?

JL: Saya tidak tahu. Saya belum menentukan hal itu. Pertama saya harus membuat keputusan apakah saya masih akan terus bermain atau memilih pensiun. Namun biar bagaimanapun menjadi pelatih sepakbola adalah suatu hal yang logis setelah karir anda selesai menjadi pemain tapi selalu ada hal lain diluar sepakbola seperti keluarga dan kehidupan pada umumnya. Jadi kita lihat saja nanti keputusan saya.

FM: Jadi apa kesibukan anda saat ini? 

JL: Saat ini saya melakukan hal yang sedikit berbeda dalam sepakbola. Saya lebih senang untuk menganalisa pertandingan, menjadi komentator pertandingan sepakbola, menulis blog tentang sepakbola dan tentunya, datang ke Jakarta untuk promo film saya seperti ini.. (tertawa)

FM: Anda sudah bermain di banyak liga seluruh dunia, diantara semua liga itu, menurut anda apakah liga terbaik yang anda lakoni?

JL: Pertanyaan yang cukup sulit karena pada dasarnya semua liga sangat kompetitif. Jika kita lihat di awal tahun 90an ada Ajax Amsterdam yang berhasil maju ke final kompetisi Liga Champions selama 2 tahun berturut-turut, lalu tahun berikutnya tim Italia yang mendominasi disusul tim Jerman, tim Inggris dan tim Spanyol. Jadi menurut saya semua liga sama dalam hal kompetisi, namun saya merasakan pressure berat ketika harus melakoni pertandingan tandang di Liga Spanyol. Saya merasakan bahwa ketika anda bermain di kandang lawan di satu pertandingan La Liga, penonton seakan mengintimidasi anda untuk melakukan hal yang salah pada pertandingan.

FM: Kembali ke film anda, selain Jakarta, sudah Negara mana saja yang anda kunjungi untuk promo film ini?

JL: Banyak sekali. Tentu saja ketika premiere film ini di Finlandia, Belanda dan waktu itu yang paling berkesan ketika di Jerman, ada festival film khusus memutar film-film bertema sepakbola.

FM: Bagaimana tanggapan orang-orang untuk film anda ini? Karena saya tahu sendiri tidak terlalu banyak film dokumenter yang mengangkat karir satu pemain seperti film anda ini.

JL: Sepakbola adalah salah satu olahraga paling popular di dunia, jadi banyak apresiasi dari banyak orang untuk film ini. Sejauh ini semua orang menyukai filmnya.

FM: Dalam film diceritakan soal cedera tahunan yang anda alami ketika bermain di Barcelona.  Apakah cedera itu cukup menganggu karir anda?

JL: Iya, pada saat saya bermain di Barcelona saya mulai merasakan bahwa saya lebih banyak berada di luar lapangan untuk perawatan cedera ketimbang bermain bersama tim, jadi cedera memang membuat saya tidak terlalu bisa menampilkan permainan terbaik saya di Barcelona.

FM: Dalam kegemilangan karir sepakbola anda, pasti ada momen terburuk dalam karir anda. Bisa diceritakan apa momen-momen buruk yang tidak bisa anda lupakan sepanjang 25 tahun berkarir?

JL: Tentunya, dalam permainan sepakbola ada menang ada kalah, momen paling buruk saya dalam sepakbola ketika tim nasional Finlandia hanya selangkah lagi menuju kejuaraan Piala Eropa namun harus mengakui keunggulan lawan di menit-menit terakhir dan tersingkir secara tragis. Lalu, ketika kami maju ke final Liga Champions tahun 1996 melawan Juventus. Kami bermain baik, saya mencetak gol, baik di waktu normal dan lewat adu penalti namun kami harus mengakui keunggulan Juventus dan gagal memenangkan Liga Champions selama 2 tahun berturut-turut.

FM: Anda sudah bermain di banyak klub sepanjang karir anda dari FC Latti, Ajax Amsterdam, Barcelona, Liverpool, Hansa Rostock dan HJK Helsinki. Jika anda boleh memilih, mana klub terbaik anda?

JL: Sejujurnya setiap klub memiliki sejarah masing-masing, mereka adalah klub besar dengan sejarah yang luar biasa. Barcelona adalah klub idaman semua orang, bisa bermain disana adalah mimpi setiap pesepakbola dunia. Liverpool adalah klub yang saya kagumi sejak kecil. Namun, Ajax Amsterdam adalah tempat dimana saya belajar banyak tentang sepakbola. Klub dimana saya meraih banyak mimpi, gelar Liga, Piala Liga, Liga Champions sampai top skorer-pun saya meraihnya disana. Jadi Ajax Amsterdam selalu menjadi klub paling atas di hati saya.

FM: Apa saran anda untuk pesepakbola generasi muda untuk menjaga kondisi badan agar fit dan bisa bermain sampai usia 40 seperti anda.

JL: Tentu saja, latihan yang keras setiap hari. Tidak perlu mengandalkan rekan lain untuk berlatih, jika memang ada waktu, terus diisi dengan latihan latihan dan latihan. Dan tentu saja, nikmati sepakbola setiap menit-nya.

FM: Pertanyaan terakhir adalah, anda sudah berada di Indonesia sejak pembukaan Europe on Screen, datang menonton film anda. Apa pendapat anda mengenai festival semacam ini?

JL: Untuk saya, walau tidak mengetahui festival ini secara menyeluruh, tapi menghadirkan film-film Eropa untuk dipertontonkan di negara Asia seperti Indonesia adalah inisiatif yang sangat baik dari penyelenggara. Saya hadir di pembukaan festival dan melihat antusiasme penonton yang sangat ramai. Saya kira, festival ini merupakan festival yang baik untuk penggemar film Indonesia untuk mengenal film-film Eropa lebih jauh lagi.

FM: Thank you very much for your time, Jari.

JL: Thank you! 

Film dokumenter tentang perjalanan karir Jari Litmanen, The King (Kuningas Litmanen) akan tayang pada hari Sabtu, 11 Mei jam 14.30WIB di Erasmus Huis dalam rangkaian Festival Fim Eropa (Europe on Screen) 2013.


Share |


Berita Terkait :
Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.