Feature


Kamis, 28 Februari 2013 - 04:08:34 WIB
Feature – Di Balik Kisruh Protes VFX
Diposting oleh : Shinta Setiawan (@ssetiawan) - Dibaca: 13751 kali

Sebelum penyelenggaraan Academy Awards 2013 dimulai, sebanyak 400 orang karyawan dari industri VFX berkumpul di luar Dolby Theatre untuk menyuarakan protes dan tuntutan untuk mendapatkan perlakuan yang lebih adil di Hollywood. Protes ini makin meruncing setelah Rhythm & Hues, perusahaan penyedia efek visual untuk film “Life of Pi” (2012) menyatakan bangkrut, tak lama setelah menang di ajang penghargaan BAFTA.

Protes pun semakin kuat setelah pidato penerimaan penghargaan untuk Efek Visual Terbaik yang dilakukan oleh Bill Westenhofer dipotong oleh musik “Jaws” pas di saat ia sedang akan membahas mengenai masalah kebangkrutan Rhythm & Hues.

Pernyataan dari pemenang Sinematografi Terbaik, Claudio Miranda, dan Sutradara Terbaik, Ang Lee, dari film “Life of Pi” yang tidak membahas pentingnya keterlibatan tim VFX dalam kesuksesan film pemenang 4 piala Academy Awards tersebut pun akhirnya membuat Phillip Broste, seorang pekerja industri VFX, menulis surat terbuka pada sang sutradara yang dimuat di laman Facebook pribadinya:

 

An Open Letter to Ang Lee

by Phillip Ray Broste on Monday, February 25, 2013 at 1:47pm ·

 

Dear Mr. Lee,

When asked about the bankruptcy of Rhythm + Hues, the visual effects house largely responsible for making your film "life of Pi" as incredible as it was, you said:

“I would like it to be cheaper and not a tough business [for VFX vendors]. It’s easy for me to say, but it’s very tough. It’s very hard for them to make money. The research and development is so expensive; that is a big burden for every house. They all have good times and hard times, and in the tough times, some may not [survive]."

I just want to point out that while, yes R&D can be expensive and yes it takes a lot of technology and computing power to create films like yours, it is not computer chips and hard drives that are costing you so very much money. It is the artists that are helping you create your film.

So when you say “I would like it to be cheaper," as an artist I take that personally. It took hundreds of hours from skilled artists and hard-working coordinators and producers to craft the environments and performances in life of Pi. Not to mention the engineers that wrote all of that proprietary code and build the R+H pipeline. That is where your money went. I'd say, judging from the night you just had, you got one hell of a deal.

Incidentally, those were the same gorgeous sunsets and vistas that your DP Claudio Miranda took credit for without so much as a word of thanks to those artists. And the same animated performances that helped win you the best director statue. Nice of you to mention the pool crew, but maybe you could have thanked the guys and gals who turned that pool in to an ocean and put a tiger in to that boat?

It was world class work, after all. And after a fabulously insulting and dismissive introduction from the cast of the avengers, at least two of whom spent fully half of their film as a digitally animated character, R+H won for it's work on your very fine piece of cinema. And just as the bankruptcy was about to be acknowledged on a nationally-televised platform, the speech was cut short. By the Jaws theme.

If this was meant as a joke, we artists are not laughing.

Mr. Lee, I do believe that you are a thoughtful and brilliant man. And a gifted filmmaker. But I also believe that you and everyone in your tier of our business is fabulously ignorant to the pain and turmoil you are putting artists through. Our employers scramble to chase illegal film subsidies across the globe at the behest of the film studios. Those same subsidies raise overhead, distort the market, and cause wage stagnation in what are already trying economic times. Your VFX are already cheaper than they should be. It is disheartening to see how blissfully unaware of this fact you truly are.

By all accounts, R+H is a fantastic place to work; a truly great group of people who treat their employees with fairness and respect. Much like Zoic Studios, the fabulous company that I am proud to work for. But I am beginning to wonder if these examples of decency will be able to survive in such a hostile environment. Or if the horror stories of unpaid overtime and illegal employment practices will become the norm, all because you and your fellow filmmakers "would like it to be cheaper." 

I for one won't stand for it. Please join me.

 

Warmest regards and congratulations,

Phillip Broste

Lead Compositor

 

Meski demikian, komentar Lee yang dikutip oleh Broste sendiri merupakan pernyataan yang dibuat beberapa hari sebelum penyelenggaraan Academy Awards, dan bila ditilik secara keseluruhan bukan dimaksudkan sebagai sesuatu yang dinyatakan untuk menyerang perusahaan-perusahaan VFX. (Lihat artikelnya di The Hollywood Reporter.)

Dalam laporan yang ditulis Russ Fischer dari SlashFilm, ia merangkum tiga pihak utama yang memiliki peran besar dalam keruntuhan industri VFX: studio, manajemen dalam perusahaan penyedia efek spesial, dan suplai seniman digital dalam jumlah besar yang berusaha untuk membangun karir dalam industri ini.

Seperti yang sudah lama menjadi keprihatinan di kalangan pekerja VFX, masalah-masalah utama yang menjadi penyebab matinya perusahaan-perusahaan penyedia efek spesial dalam beberapa tahun terakhir terjadi karena permintaan studio dan production company untuk mendapatkan karya VFX yang cepat dan murah.

Meski di satu sisi, para seniman yang bekerja untuk perusahaan-perusahaan ini sudah bersedia untuk bekerja dengan harga murah dan jam kerja yang tinggi, studio dan production company masih melakukan praktek outsourcing ke negara-negara berkembang seperti India dan Cina. Selain itu, mereka juga memanfaatkan tax break yang diberikan oleh beberapa negara dan menggunakannya untuk memproduksi karya VFX yang lebih murah.

Hal ini mengakibatkan jatuhnya margin keuntungan bagi industry VFX. Ini juga membuka keran kebutuhan akan pekerja industri VFX yang murah dan masih muda, dan para pekerja ini tidak memiliki posisi tawar dengan perusahaan tempat mereka bekerja sehingga dapat diberhentikan kapan saja.

Minimnya perlindungan bagi para pekerja industri VFX, selain diakibatkan oleh posisi tawar yang sangat rendah, juga diakibatkan karena mereka belum memiliki persatuan pekerja (union/guild) yang kuat seperti dalam profesi lain. Selain itu, tanpa posisi tawar, perusahaan-perusahaan penyedia VFX yang saat ini memberikan jasanya dengan menjual putus, juga tidak dapat menikmati uang residual yang didapatkan saat film yang disokongnya—terutama yang memanfaatkan penuh potensi CGI—laku keras di pasaran.

Saat ini, selain mengadakan protes untuk mendukung para pekerja industri VFX serta ratusan karyawan Rhythm & Hues yang masih belum mendapatkan gaji mereka, dukungan pun masih terus hadir di Internet dalam berbagai bentuk, termasuk mengganti profile picture di Twitter dengan green screen untuk menggambarkan kekosongan yang dapat terjadi dalam film bila industri VFX mati.

Kebangkrutan Rhythm & Hues hanyalah puncak dari sebuah gunung es. Protes terhadap “Life of Pi” serta Ang Lee juga hanyalah satu titik dari rentetan kejadian yang diam-diam sudah terjadi selama beberapa tahun. Yang jelas, menjadikan satu atau beberapa orang sebagai sosok antagonis bukan merupakan tindakan yang tepat. Masalah krisis VFX bukan hanya kesalahan beberapa pihak, namun merupakan kontribusi dari industri film secara keseluruhan.

Tanpa industri VFX yang kuat, kita tidak dapat melihat film-film seperti “Avatar”, “The Avengers”, “Star Trek”, dan film-film lainnya diwujudkan di layar lebar. Dukungan terhadap komunitas VFX tidak hanya dapat menjadi pengakuan bahwa di zaman yang serba digital ini, keberadaan mereka semakin penting, tapi juga sebagai bentuk solidaritas para penggemar film untuk melindungi para pekerja kreatif yang menjadi tulang punggung dalam film-film yang berkualitas baik.


Share |


Berita Terkait :
Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.