Feature


Minggu, 24 Februari 2013 - 16:48:01 WIB
And The Oscar Goes To... Flick Magazine Predicts The Oscars!
Diposting oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 4531 kali

Beberapa jam lagi... dan semua perdebatan mengenai film apa yang akan dinobatkan oleh Academy of Motion Picture Arts and Sciences sebagai Best Picture alias Film Terbaik akan segera usai. Apakah Ben Affleck akan mampu mengobati rasa sakit hati akibat kegagalannya meraih nominasi Best Director dengan kemenangan Argo di Best Picture? Atau Lincoln akan menjadi film pertama mengenai Presiden Amerika Serikat yang memenangkan kategori presitisius tersebut? Atau malah sang perwakilan Eropa, Amour, yang berjaya dan menyingkirkan para pesaing Hollywood-nya? Semua pertanyaan-pertanyaan tersebut akan segera terjawab ketika malam puncak The 85th Annual Academy Awards resmi digelar pada Minggu malam (Senin pagi waktu Indonesia) mendatang.

Seperti biasa... hal yang paling menyenangkan dari pelaksanaan Academy Awards adalah untuk mengamati nominator mana yang menjadi favorit banyak kalangan penikmat film dunia untuk memenangkan penghargaan tertinggi di industri film tersebut. Dan untuk The 85th Annual Academy Awards kali ini, para anggota penulis dan penyunting Flick Magazine tentu saja telah memiliki jagoan masing-masing untuk memenangkan setiap kategori.

Berikut prediksi tim Flick Magazine di beberapa kategori utama Acadeamy Awards mendatang:

Best Picture

  • Amour – Margaret Menegoz, Stefan Arndt, Veit Heiduschka, and Michael Katz
  • Argo – Grant Heslov, Ben Affleck, and George Clooney
  • Beasts of the Southern Wild – Dan Janvey, Josh Penn, and Michael Gottwald
  • Django Unchained – Stacey Sher, Reginald Hudlin, and Pilar Savone
  • Les Misérables – Tim Bevan, Eric Fellner, Debra Hayward, and Cameron Mackintosh
  • Life of Pi – Gil Netter, Ang Lee, and David Womark
  • Lincoln – Steven Spielberg and Kathleen Kennedy
  • Silver Linings Playbook – Donna Gigliotti, Bruce Cohen, and Jonathan Gordon
  • Zero Dark Thirty – Mark Boal, Kathryn Bigelow, and Megan Ellison

Amir Syarif Siregar Argo. Pilihan paling mudah mengingat film ketiga arahan Ben Affleck ini telah memenangkan Producers Guild Awards, Writers Guild Awards, Screen Actors Guild Awards dan Directors Guild Awards – semua elemen produksi sebuah film jelas-jelas jatuh cinta dengan film ini. Benar-benar dibutuhkan sebuah keajaiban agar sebuah film lain akhirnya dapat melangkahi Argo dalam memenangkan penghargaan ini. And let's just say that it's my favorite movie of 2012.

Rangga Adithia Lincoln. Prediksi saya sejak awal tidak goyah, walaupun menengok Argo yang membabat piala di banyak ajang penghargaan, termasuk film terbaik untuk kategori drama di Golden Globes beberapa waktu lalu. Sejak nominasi dibacakan, kemudian melihat nama Ben Affleck tergusur dari daftar nominasi untuk sutradara terbaik, Best Picture tahun ini tampaknya akan direbut oleh Lincoln. Akan jadi kejutan yang luar biasa jika memang Argo yang banyak diunggulkan itu menang. Saya pribadi, akan lebih menyenangkan jika Amour tiba-tiba membungkam Lincoln dan Argo.

Shinta Setiawan Argo. Meski sebagian alasan mengapa Argo banyak dijadikan sebagai kandidat kuat Best Picture adalah snowball effect dari lenyapnya nama Ben Affleck dari daftar nominasi Best Director, film ini di atas kertas tetap punya banyak kelebihan. Argo memiliki intensitas yang terjaga, naskah yang rapi, akting yang apik, dan punya sisi human interest yang tinggi. Banyak yang berpikir bahwa Argo memang film bagus, tapi tidak layak disebut film terbaik tahunini. Tetapi, saat ini Argo adalah pilihan paling well-rounded dan paling aman dibanding kandidat lain.

Taufiqur Rizal Argo. Salah satu tahun dimana kompetisi berjalan sangat ketat di ajang Academy Awards. Film apapun berpeluang untuk meraih gelar paling prestisius ini meski besar kemungkinan tidak akan jauh-jauh dari Argo, Lincoln serta Zero Dark Thirty. Saya pribadi memprediksi Argo yang pada akhirnya memboyong piala pria botak berlapis emas terutama setelah kemenangan besar yang beruntun di berbagai ajang penghargaan pra-Oscar. Jika para anggota AMPAS memang benar-benar tidak mencintai Argo, maka nyaris bisa dipastikan piala digilir ke Lincoln.

Titis Sapto Raharjo Argo. No doubt about it. Argo itu merupakan film yang mempunyai 2 aspek besar untuk memenangkan Best Picture: 1) Amerika Serikat suka sekali diagung-agungkan dalam masalah strategi politik. Disini Argo memperlihatkan itu dengan strategi brilian membuat film palsu walau dibantu dengan Canada. 2) Kejayaan Hollywood sejak masa lampau dan kemampuannya dalam menyelesaikan problem negara. Industri film Amerika yang luar biasa mampu menyelamatkan muka Amerika Serikat dalam problem politik sepert ini.

Yuwanto Joe Lincoln. Salah satu film yang diarahkan untuk Best Picture, setelah surprise snub terhadap Ben Affleck di Best Director. Satu film lain yang bisa mengganjal Lincoln kemungkinan besar adalah Les Misérables. Lincoln juga menjadi refleksi nasionalisme yang dibutuhkan Amerika saat ini.

Best Director

  • Michael Haneke – Amour
  • Ang Lee – Life of Pi
  • David O. Russell – Silver Linings Playbook
  • Steven Spielberg – Lincoln
  • Benh Zeitlin – Beasts of the Southern Wild

Amir Syarif Siregar Steven Spielberg. Dengan kekalahannya dari Ben Affleck di ajang Directors Guild Awards jelas memberikan sedikit keraguan apakah Spielberg mampu memenangkan Oscar ketiganya. Namun imej terhormat Spielberg rasanya akan tetap mampu membuat banyak pemilih berpaling kepadanya. Watch out for Michael Haneke though.

Rangga Adithia Steven Spielberg. Berikan Oscar kepada... Steven Spielberg! Walaupun Ang Lee dengan Life of Pi-nya yang mengesankan itu bisa saja tiba-tiba mendepak ambisi Spielberg. Lagi-lagi alangkah bahagianya jika Michael Haneke dinobatkan jadi sutradara terbaik.

Shinta Setiawan Ang Lee. Untuk kategori ini, saya tidak ingin menggunakan akal sehat dan memilih sutradara yang lebih banyak dijagokan (Steven Spielberg), atau surprise entry yang cukup menarik (Benh Zeitlin), atau yang mungkin menang tapi akan dibenci banyak orang (David O. Russell) dan kejutan gila yang mungkin akandatang (Michael Haneke). Saya memilih Ang Lee karena kegigihannya memperjuangkan film yang minim dukungan, dan juga secara teknis sulituntuk dibuat. Life of Pi hadir sebagai sebuah karya yang membanggakan dan juga menyentuh. Di tangan sutradara lain, film ini akan menjadi sangat, sangat berbeda.

Taufiqur Rizal Steven Spielberg. It's anyone's game. Akan tetapi, setelah Ben Affleck dan Kathryn Bigelow dieliminasi secara tidak terhormat, saya mencium adanya aroma politik yang sangat menyengat dalam upaya anggota AMPAS memuluskan langkah Steven Spielberg untuk meraih Oscar ketiganya di kategori ini. Jangan lupa, ada nama Lincoln - yang notabene presiden favorit masyarakat Amerika Serikat - di belakang Spielberg.

Titis Sapto Raharjo Ang Lee. Mampu menerjemahkan sebuah buku ke dalam bentuk visual yang penulisnya sendiri pun sudah mengatakan bahwa buku ini unfilmable. Pekerjaan yang sangat luar biasa sulit tapi Ang Lee mampu menjalankan tugasnya dengan sangat sempurna.

Yuwanto Joe Steven Spielberg. Inilah salah satu nominasi yang kehilangan banyak nama yang seharusnya terdaftar. Lawan terkuat Spielberg di nominasi ini hanya Ang Lee dengan Life of Pi.

Best Actor in a Leading Role

  • Bradley Cooper – Silver Linings Playbook
  • Daniel Day-Lewis – Lincoln
  • Hugh Jackman – Les Misérables
  • Joaquin Phoenix – The Master
  • Denzel Washington – Flight

Amir Syarif Siregar Daniel Day-Lewis. Penampilan kuat dari sang aktor watak yang telah didukung dengan kemenangannya di berbagai ajang penghargaan menjelang Oscar. This one is already locked.

Rangga Adithia Well, salah-satu kategori yang tampaknya mudah ditebak. Oscar yang ketiga kalinya untuk Mr. President... eh maksud saya Daniel Day-Lewis? Bisa saja terjadi, toh Academy biasanya lebih mencintai peran-peran biopik seperti ini.

Shinta Setiawan Daniel Day-Lewis. Bila Daniel Day-Lewis tidak memenangkan gelar Best Actor, itu akan menjadi kejutan yang sangat besar. Lincoln didukung oleh berbagai aspek yang membuat film ini layak masuk nominasi Best Picture. Tapi tanpa Day-Lewis, film ini tak akan berhasil menarik simpati. Ketika penonton melihat Day-Lewis di film ini,  mereka tidak melihat sang aktor. Mereka melihat perwujudan Abraham Lincoln, sang presiden jangkung bersuara halus. Sebuah pencapaian akting yang hebat.

Taufiqur Rizal Daniel Day-Lewis. Rasa-rasanya saya tidak perlu memberikan komentar untuk kategori ini, bukan? Kompetisi di kategori Best Actor telah berakhir sejak jauh-jauh hari. Sudah dapat dipastikan Daniel Day-Lewis akan menggondol piala, kecuali AMPAS sedang ingin iseng.

Titis Sapto Raharjo Daniel Day-Lewis. A perfect role for him to play. Sangat sulit memerankan sosok presiden Amerika yang kharismatik, namun Day-Lewis menjalankan peran ini dengan luar biasa baik.

Yuwanto Joe Joaquin Phoenix. Melihat penampilan Daniel Day-Lewis di Lincoln, rasanya memang akan bersaing ketat dengan Joaquin Phoenix. Namun penampilan luar biasa Joaquin Phoenix menenggelamkan filmnya sendiri The Master, karena pengaruh dan dominasinya di layar.

Best Actress in a Leading Role

  • Jessica Chastain – Zero Dark Thirty
  • Jennifer Lawrence – Silver Linings Playbook
  • Emmanuelle Riva – Amour
  • Quvenzhané Wallis – Beasts of the Southern Wild
  • Naomi Watts – The Impossible

Amir Syarif Siregar Emmanuelle Riva. Atau Jennifer Lawrence? Riva, Lawrence dan Jessica Chastain memberikan penampilan terbaik mereka untuk berada di kategori ini. Namun sentimentalitas bahwa Riva kemungkinan besar tidak akan pernah lagi dilirik Oscar (plus dia akan berulang tahun ke-86 di malam penyelenggaraan Oscar) berpeluang besar membuat banyak pemilih memberikan suara simpati pada dirinya.

Rangga Adithia Emmanuelle Riva. Saya cinta dengan akting cemerlang Jessica Chastain di Zero Dark Thirty, namun prediksi saya untuk Best Actress berpaling pada Emmanuelle Riva – secara personal pun saya lebih memilih Riva, yang sudah memberikan jiwa dan hati untuk perannya. Lucu juga sih jika si cilik Quvenzhané Wallis menang.

Shinta Setiawan Jennifer Lawrence. Bila tidak memperhitungkan masalah politik, tanggal ulang tahun, dan perilaku konyol menjelang digelarnya Academy Awards, rasanya mudah untuk menentukan siapa yang lebih pas diganjar dengan gelar aktris terbaik diantara Jessica Chastain, Emmanuelle Riva, maupun Jennifer Lawrence. Tapi, karena obyektivitas seringkali lenyap saat award season dan orang akhirnya banyak mengandalkan sentimen pribadi untuk menjagokan seorang kandidat, maka tahun ini Jennifer Lawrence menjadi pilihan saya. Kenapa? Karena Harvey Weinstein.

Taufiqur Rizal Emmanuelle Riva. Kompetisi yang sangat sengit antara Jennifer Lawrence, Jessica Chastain, dan Emmanuelle Riva. Sementara dua nama pertama telah menjadi favorit publik sejak lama, maka Riva perlahan tapi pasti mulai mencuri hati para pemerhati film terutama setelah kemenangannya di BAFTA. AMPAS nampaknya akan memberi Riva sebuah piala sebagai hadiah untuk ulang tahunnya yang ke-86, penghormatan atas dedikasinya yang tinggi terhadap dunia akting, serta tentunya, sebuah penampilan yang luar biasa cemerlang dalam Amour yang harus diakui, jauh meninggalkan para kompetitornya.

Titis Sapto Raharjo Emmanuelle Riva. Kudos untuk Riva, 86 tahun dan memerankan sosok sentral dalam film Amour. Patut dipuji keberaniannya untuk berpose bugil di film. What can I say? Amour akan menjadi film yang berbeda jika bukan Riva yang bermain di dalamnya.

Yuwanto Joe Emmanuelle Riva. Bagaimana Riva membawa dirinya dalam film Amour, sangat mendalam dan membuat kita seolah menyaksikan sebuah perjalanan dan perjuangan hidup yang panjang.

Best Actor in a Supporting Role

  • Alan Arkin – Argo
  • Robert De Niro – Silver Linings Playbook
  • Philip Seymour Hoffman – The Master
  • Tommy Lee Jones – Lincoln
  • Christoph Waltz – Django Unchained

Amir Syarif Siregar Christoph Waltz. Tommy Lee Jones memenangkan Screen Actors Guild Awards, Phillip Seymour Hoffman memenangkan Critics Choice Awards, Christoph Waltz memenangkan Golden Globes dan BAFTA sementara Robert De Niro serta Alan Arkin datang dari film yang sama-sama dijagokan untuk memenangkan Best Picture. Pertarungan yang hanya akan berakhir setelah amplop kemenangan kategori ini dibuka dan dibacakan. It’s anyone’s game. Seriously. Walau sepertinya figur Christoph Waltz akan lebih disukai untuk perannya di Django Unchained.

Rangga Adithia Christoph Waltz. Sama seperti Christian Bale di The Fighter yang lebih mencolok ketimbang aktor utamanya, Christoph Waltz pun melakukan hal yang sama di Django Unchained. Bukan tidak mungkin setelah peran sintingnya di Inglourious Basterds yang kemudian diganjar Oscar, kali ini perannya sebagai “dokter gigi” seharusnya juga mendapatkan perhatian, menggelitik, menghibur dan mencengangkan.

Shinta Setiawan Philip Seymour Hoffman. Tidak sulit untuk melihat bahwa Philip Seymour Hoffman sangat menonjol di kategori ini. Kecuali, tentu saja para voters sudah lupa dengan The Master yang telah diputar berbulan-bulan yang lalu di bioskop. Bagi saya, tak semua aktor di kategori ini menyajikan penampilan yang hebat maupun memorable. Ada yang hadir hanya karena asosiasi yang kuat dengan kualitas filmnya, dan ada juga yang tampil hebat tapi masih mengingatkan kita dengan penampilan aktor tersebut di film sebelumnya. Hoffman sendiri berbeda, dan karena itulah ia layak dipilih.

Taufiqur Rizal Tommy Lee Jones. Lagi-lagi, it's anyone's game. Siapapun memiliki peluang yang sama besar dalam membawa pulang Oscar. Terbilang sulit menentukan prediksi untuk kategori ini, meski pada akhirnya saya akan menjatuhkan pilihan kepada Tommy Lee Jones atas salah satu penampilan terbaik dalam karirnya di Lincoln. Pesaing terberatnya di sini adalah Phillip Seymour Hoffman dari The Master serta Christoph Waltz dari Django Unchained

Titis Sapto Raharjo Christoph Waltz. Hohoho. It's another Oscar-worthy performance from Waltz. Dengan mencuri seluruh perhatian penonton atas akting gilanya selama hampir 2 jam, Waltz tampaknya dengan mudah akan mendapatkan gelar ini. Spoiler! Jika dia tidak mati di film mungkin Best Actor akan menjadi ganjarannya. Well... Supporting Actor prize is more than enough for him.

Yuwanto Joe Tommy Lee Jones. Adalah mengejutkan bagaimana Tommy Lee Jones membawakan karakter radikal keras Republican, Thadeus Steven. Sebuah pencapaian untuk Tommy Lee Jones, dibanding apa yang diulang oleh Waltz dan Seymour Hoffman dengan peran mereka kali ini.

Best Actress in a Supporting Role

  • Amy Adams – The Master
  • Sally Field – Lincoln
  • Anne Hathaway – Les Misérables
  • Helen Hunt – The Sessions
  • Jacki Weaver – Silver Linings Playbook

Amir Syarif Siregar Anne Hathaway. It’s locked. Trivia: Les Misérables berubah menjadi sebuah film drama musikal yang monoton selepas Hathaway menyanyikan I Dreamed a Dream dan menghilang dari jalan cerita.

Rangga Adithia Anne Hathaway. Apa perlu dijelaskan lagi kenapa harus Anne Hathaway? Next...

Shinta Setiawan Anne Hathaway. Meski hanya sebentar, penampilan Anne Hathaway sebagai Fantine yang tersiksa merupakan momen paling kuat di film Les Miserables. Berakting, menangis dan menyanyi di depan kamera yang letaknya sangat dekat dengan muka sambil tetap fokus bukan pekerjaan mudah. Tak hanya mendapatkan aplaus, faktor kunci dalam penampilan Hathaway adalah akting yang dapat menggaet simpati penontonnya.

Taufiqur Rizal Anne Hathaway. Seperti halnya kategori Best Actor, kompetisi di Best Supporting Actress telah resmi berakhir. Berikan saja piala untuk Anne Hathaway atas aktingnya yang luar biasa mantap, mengaduk-aduk emosi serta rendisinya yang epik terhadap tembang I Dreamed a Dream.

Titis Sapto Raharjo Anne Hathaway. Perannya mampu mencuri mata penonton Les Misérables dengan maksimal. Oscar adalah hadiahnya.

Yuwanto Joe Anne Hathaway. Dedikasi yang luar biasa untuk karakternya di film ini, meski porsinya di hasil akhir film ini dipotong habis oleh editing, satu adegannya menyanyikan I Dreamed a Dream cukup baginya untuk menggondol Oscar

Best Writing – Original Screenplay

  • Amour – Michael Haneke
  • Django Unchained – Quentin Tarantino
  • Flight – John Gatins
  • Moonrise Kingdom – Wes Anderson and Roman Coppola
  • Zero Dark Thirty – Mark Boal

Amir Syarif Siregar Django Unchained. Naskah asli tercerdas berada di Zero Dark Thirty karya Mark Boal. Namun kepopuleran film arahan Kathryn Bigelow yang begitu merosot akibat banyaknya backlash dari dunia politik akan membuat banyak pihak mencari alternatif lain. Django Unchained yang memaparkan sebuah tema sensitif dengan brutal (namun tetap berada pada batasan tertentu), berani, (anehnya begitu) menghibur dan penuh dengan karakter-karakter yang kuat akan menjadi pilihan yang aman bagi para pemilih Oscar.

Rangga Adithia Django Unchained. Prediksi saya masih 50/50 antara Mark Boal dan Quentin Tarantino. Skrip keduanya sama-sama kaya rasa, detil, rapih, dan luar biasa menarik. Tapi sorry, Mark... untuk kali ini saya harus memilih Tarantino untuk dijagokan menang, dengan skripnya yang bermuatan banyak referansi sinting. Oh atau tiba-tiba Michael Haneke menyelinap dan memberikan kejutan dengan merebut Oscar dari keduanya.

Shinta Setiawan Zero Dark Thirty. Kathryn Bigelow tidak masuk nominasi Best Director, jadi cara lain untuk mengapresiasi kehebatan Zero Dark Thirty adalah dengan mengakui bahwa naskah yang ditulis Mark Boal memang bagus. Filmnya sendiri memang panjang. Tetapi, tak ada cara yang mudah untuk menceritakan sepak terjang perburuan Osama bin Laden yang terentang dalam waktu 10 tahun. Selain itu, di luar kontroversi yang ada, hanya melalui duet Boal dan Bigelow penonton dapat mengintip kisah pengejaran yang luar biasa ini.

Taufiqur Rizal Django Unchained. Coba saja dibayangkan, bagaimana jadinya jika spaghetti western dikawinkan dengan blaxploitation dalam sebuah kisah koboi yang berlatar di wilayah Selatanpada masa perbudakan di Amerika Serikat? Sebuah ide yang benar-benar sinting - dan sedikit banyak, sensitif - dari Quentin Tarantino namun berhasil dituangkan dalam bentuk skrip yang berkelas, jenaka, cerdas, dan menghibur.

Titis Sapto Raharjo Django Unchained. Kalau boleh mengutip perkataan teman baik saya, "Mungkin Tarantino sedang mabuk ketika menulis skrip ini". Perkataan yang sangat mengena karena saya pun setuju. Django Unchained mungkin hanyalah film western yang membosankan jika skripnya tidak ditulis oleh Tarantino. 2 jam 40 menit terasa cepat berlalu dengan momen-momen WTF yang hanya mampu dihadirkan oleh seorang Tarantino. Mungkin jika sutradara dan penulis skrip lain yg memegang film ini, Django Unchained hanya menjadi film western yang aman, penuh dengan intrik sejarah yang ruwet dan serius dan ya, boring.

Yuwanto Joe Django Unchained. Tarantino mampu menumpukkan banyak karakter menarik dengan latar masing-masing yang kemudian bertemu dalam potongan-potongan adegan menarik, meski sedikit membingungkan lewat penyelesaian akhir yang dipilih Tarantino. Pesaing kuat Django Unchained mungkin datang dari Moonrise Kingdom yang memiliki eksplorasi karakter yang bisa bersaing dengannya.

Best Adapted Screenplay

  • Argo – Chris Terrio
  • Beasts of the Southern Wild – Lucy Alibar and Benh Zeitlin
  • Life of Pi – David Magee
  • Lincoln – Tony Kushner
  • Silver Linings Playbook – David O. Russell

Amir Syarif Siregar Argo. A three-way race between Argo, Lincoln and Silver Linings Playbook… dengan kepopuleran Argo yang sangat, sangat meningkat setelah kemenangannya yang sangat monumental di ajang Writers Guild Awards.

Rangga Adithia Argo. Apa yang disuguhkan Life of Pi memang luar biasa. Mmemvisualisasikan sebuah novel yang katanya tidak mungkin bisa di-film-kan, yang langsung dibantah oleh Ang Lee sendiri dengan “tuh gw bisa bikin filmnya”. Keajaiban tersebut mungkin tidak bisa terwujud jika bukan karena kepiawaian David Magee menterjemahkan buku dan mentransfernya menjadi skrip yang... sekali lagi ajaib. Tapi semua keajaiban itu bisa saja dicoret-coret oleh Chris Terrio (Argo) yang lebih banyak diunggulkan dan sedang punya momentum baik. Saya akan senang jika prediksi saya ternyata salah, hehehehehe.

Shinta Setiawan Life of Pi. Kemampuan David Magee untuk menterjemahkan buku Life of Pi menjadi sebuah naskah yang koheren dan menarik meski materi sumbernya merupakan kisah yang fantastis, depresif sekaligus absurd merupakan sesuatu yang sangat layak diapresiasi. Bila Anda belum membaca bukunya, mungkin Anda tak punya gambaran jelas. Tapi percayalah saat orang berkata bahwa buku Life of Pi tidak bisa difilmkan, itu benar. Hanya saja, beruntung Ang Lee kemudian nekat mengadaptasinya sehingga kita dapat menyaksikan photo-realistic Richard Parker bersandingan dengan Pi di layar lebar.

Taufiqur Rizal Argo. Persaingan ketat kembali terjadi di sini. Pilihan pribadi, saya akan tersenyum bahagia jika Life of Pi dianugerahi piala, namun setelah kemenangan di Writers Guild Award, besar kemungkinan AMPAS akan berpihak kepada Argo.

Titis Sapto Raharjo Silver Linings Playbook. Seingat saya tidak ada film lain setelah Little Miss Sunshine dan In Bruges mampu membuat saya teringat-ingat terus bahkan 10 hari setelah saya menontonnya. Film yang seakan membuat para scriptwriter film komedi romantis lain akan gusar karena film ini membuat standar baru di genre komedi romantis. It's smart, heartwarming, funny, romantic and weird in a good way. Film yang membuat anda menyisakan butterfly in your stomach setelah menontonnya.

Yuwanto Joe Life of Pi. Bahwa banyak memfavoritkan Argo, namun terjemahan Life of Pi ke layar lebar sebenarnya adalah sesuatu yang sulit di lakukan. Setelah menyaksikan filmnya, pendekatan penulisan cerita yang dilakukan David Magee untuk Life of Pi sangat luar biasa.


Share |


Berita Terkait :
Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.