Lucky Kuswandi yang lahir pada tanggal 29 Agustus 1980 adalah seorang sutradara yang meraih gelar Bachelor of Fine Arts dari Art Center College of Design, Passadena. “Madame X” adalah film panjang pertama dari Lucky. Sebelumnya, Ia pernah menyutradari beberapa film pendek, yaitu “Marie!”, “Black Cherry”, “Still”, “A Letter of Unprotected Memories” (bagian dari antologi “9808 : 10th Year of Indonesian Reform”),” Nona Nyonya?” (bagian dari antologi dokumenter “Pertaruhan”), dan “Sampai Besok”.
Setelah pemutaran “Madame X” versi uncensored pada tanggal 25 Agustus 2010, saya berkesempatan untuk mewawancarai Lucky. Film ini merupakan sebuah film superhero yang bertujuan untuk menghibur dengan berisi sindiran bertemakan sosial, seksualitas, politik, sosialita dan berbagai macam hal lainnya.
Bagaimana cerita dibalik memperoleh ide untuk “Madame X”?
Sebenarnya yang punya ide tentang karakter Madame X itu Amink. Lalu, kita minta sama Teh Nia (Nia Dinata) untuk dibuatkan skenario oleh Aga dan Ogi. Jadi, kita bisa tahu alur ceritanya seperti apa. Setelah itu, saya baru menggarapnya.
Apa yang membuat Mas Lucky tertarik dengan ide dari Amink ini?
Aku suka ide superhero yang fun dan fabulous. Semua karakter yang ada di film ini ada bermacam-macam, penuh warna, dan gila. Saya berpikir kalau pertemuan karakter-karakter ini dalam satu film akan menjadi suatu hal yang asyik.
Apakah sindiran-sindiran yang terkandung dalam film ini sudah ada dalam konsep awal?
Beberapa elemen tertentu, seperti karakter salah satu dari 3 Bunda yang menjadi jago sinden, memang sudah dipikirkan di awal. Saat pengerjaan skenario, intriknya baru digarap lebih dalam lagi. Kita berusaha menggali isu-isu politik dan lain-lain.
Apa film superhero favorit Mas Lucky yang menjadi inspirasi untuk “Madame X”?
Waktu saya kecil, saya sering menyewa kaset Beta dan menonton film-film seperti ksatria baja hitam. Saya suka film superhero dengan karakter superhero yang kesannya caur dan special effects yang cheesy. Menurut saya, film-film itu charming dan merupakan sebuah genre tersendiri.
Kembali soal sindiran-sindiran dalam “Madame X” lagi, adakah ide yang sebenarnya jauh lebih tajam lagi dari apa yang sudah kita tonton tapi terpaksa harus tidak digunakan?
Dalam prosesnya, memang banyak pertimbangan. Tapi, hasil akhirnya sebenarnya sudah sangat sesuai dengan ide awalnya. Semua pertimbangan ini memang bagian dari proses saja. Saya sendiri tidak menginginkan “Madame X” menjadi film isu sehingga banyak pertimbangan mengenai apakah isu-isu yang ada akan mengganggu jalannya cerita atau tidak, membuat bosan atau tidak, dan seberapa penting untuk memasukkannya.
Sebagai film panjang pertama, apa yang membuat Mas Lucky deg-degan?
Film panjang itu scope-nya besar sekali. Dalam pebuatan “Madame X”, saya harus memperhatikan art, musik, kostum, musik, sound, dan lain-lain. Semua itu harus digarap dengan detail. Berbeda dengan penggarapan film pendek dulu, dimana saya sendiri yang mengurus semuanya. Saat membuat “Madame X”, ada ratusan orang yang terlibat. Saya harus bisa berkomunikasi dengan baik kepada para aktor dan kru film itu. Semua ini tantangan buat saya.
Apakah muncul ide untuk film berikutnya selama penggarapan “Madame X” itu?
Tidak. Saya ingin istirahat dulu setelah “Madame X”.
Setelah “Madame X” dirilis, Mas Lucky menginginkan “Madame X” dianggap sebagai film yang seperti apa?
Terserah kepada penonton ingin memberikan opini seperti apa. Tidak semua penonton memang bisa menangkap humor dari film ini. Buat saya, yang penting adalah “Madame X” bisa menggelitik penonton dan membuat mereka membicarakan “Madame X”.
Satu hal lagi sebelum pertanyaan terakhir, Mas. Apa konsep special effects yang digunakan dalam “Madame X”, mengingat teknologi spesial effects di Indonesia belum begitu maju?
Saya selalu percaya kepada creative solution. Jika sesuatu tidak mungkin dilakukan, maka harus dicari alternatif lain yang bisa membuat adegan bisa ditampilkan dengan bagus. Seperti yang sudah dtionton tadi, sebenarnya special effects-nya juga tidak kelihatan “wah”. Ada beberapa bagian yang special effects-nya dibuat cheesy untuk menyesuaikan konsep “Madame X” yang ingin tampil gila.
Oke. Sekarang, apa pesan Mas Lucky untuk orang-orang yang ingin menonton “Madame X”?
Selamat menonton filmnya. Semoga bisa tertawa-tawa. Semoga pikirannya bisa jadi lebih terbuka.