Review

Info
Studio : Walt Disney Pictures
Genre : Drama, Musical
Director : Steven Spielberg
Producer : Kristie Macosko Krieger, Kevin McCollum, Steven Spielberg
Starring : Ansel Elgort, Rachel Zegler, Rita Moreno, Ariana DeBose, David Alvarez, Mike Faist

Minggu, 12 Desember 2021 - 22:56:59 WIB
Flick Review : West Side Story
Review oleh : Haris Fadli Pasaribu (@oldeuboi) - Dibaca: 855 kali


Steven Spielberg punya tugas yang berat saat memutuskan untuk mengadaptasi kembali dalam bentuk film drama musikal klasik, West Side Story. Sebagaimana kita ketahui, drama yang premiere di tahun 1957 dan diangkat dari buku karya Arthur Laurents ini sudah pernah diadaptasi oleh duo Robert Wise dan Jerome Robbins dalam bentuk film di tahun 1961 dan kini tercatat sebagai salah satu musikal klasik yang tak lekang oleh zaman.

Siapa yang tak kenal Steven Spielberg? Namanya sudah berkibar sebagai sineas andal berdekade lamanya. Ia pun telah menggarap film dari berbagai genre, mulai dari drama, aksi, petualangan, fiksi-ilmiah, hingga horor. Namun West Side Story adalah musikal pertamanya.

Muncul pertanyaan, apakah ia mampu menggarap sebuah film musikal? Atau apakah ia bisa menghadirkan West Side Story sebagai sebuah karya musikal yang tak kalah bagus dibandingkan versi 1961? Atau yang lebih kritis lagi, apa urgensinya untuk mengangkat kembali West Side Story dalam bentuk film?

Steven punya latar historis yang cukup sentimental dengan West Side Story, karena adalah musikal populer pertama yang diizinkan diputar di rumahnya saat tumbuh besar. Lebih lanjut ia menyebutkan jika tema tentang pertentangan kelompok (dengan ras berbeda) ternyata tetap memiliki resonansi yang sama di tahun 1957 dan juga sekarang, sehingga West Side Story bisa menjadi semacam platform untuk menyuarakannya.

Berlokasi di pemukiman San Juan Hill yang terletak di Upper West Side, New York, dan mayoritas diisi oleh kalangan masyarakat marginal yang datang dari berbagai latar, secara cerita, West Side Story versi Steven tidak memiliki perbedaan berarti dari materi aslinya; kisah cinta ala Romeo dan Juliet antara pemuda kulit putih, Tony (diperankan Ansel Elgort), dan gadis remaja berdarah Puerto Rico, Maria (diperankan pendatang baru Rachel Zegler), yang datang dari dua kelompok berbeda dan saling bermusuhan, Jet dan Sharks.

Meski kisah tetap berada di era 1950-an, namun ada beberapa alterasi dan modifikasi yang dilakukan Steven dan sang penulis naskah, Tony Kushner, untuk mengakomodir pendekatan yang lebih kekinian.

Beberapa perubahan itu seperti menghilangkan karakter Doc dan menggantinya dengan karakter baru, sosok sepuh bernama Valentina (Rita Moreno, pemeran Anita dalam West Side Story versi 1961) dan cukup baik dalam tugasnya sebagai katalis untuk kisah cinta Tony dan Maria, mengingat Valentina bersuamikan seorang “gringo” alias pria kulit putih (juga bernama Doc).

Ada pula karakter transgender bernama Anybodys yang diperankan oleh aktor non-binari, Iris Menas, memberi aksentuasi tersendiri untuk kisahnya. Meski kehadiran Anybody seolah menjadi instrumen untuk mengkritisi definisi maschismo saat itu, tapi sulit menghindari kesan jika karakternya sekedar tempelan tanpa urgensi yang terlalu signifikan.

Steven juga berniat menghindari kesan “pilih kasih” yang memang menghinggapi versi sebelumnya, mengingat kelompok Sharks dan juga komunitas Puerto Rico cenderung dihadirkan dalam bayang-bayang streotipikal, bahkan karikatural, dibandingkan kelompok kulit putih yang menjadi “lawannya.”

Upayanya boleh dikatakan cukup berhasil, karena kali ini para karakter non-kulit putih dihadirkan dengan lebih utuh dan hidup sebagai manusia, bukan sekedar alat untuk menggerakkan plotnya. Utamanya juga dengan melibatkan barisan pemain yang memiliki darah Latin sehingga sosok mereka hadir dengan lebih otentik.

Lantas, bagaimana West Side Story secara keseluruhan? Ternyata ia adalah sebuah film musikal yang menarik untuk dinikmati. Steven membuktikan jika ia memang siap untuk menjawab tantangan untuk menggarap genre apapun. Kolaborasinya bersama sinematografer Janusz KamiƄski begitu padu dalam melibatkan kamera sebagai komponen utama dalam penceritaan, utamanya dalam adegan-adegan musikal.

Berkat kolaborasi ini, kita bukan hanya pasif penonton, tapi terlibat langsung dalam euforia yang tersaji di layar dan seolah tersedot di dalamnya. Bukan hanya koleksi shot-shot gambar cantik, komposisi Leonard Bernstein dan lirik-lirik Stephen Sondheim pun menjadi hidup berkat kinerja Steven dan Januz. Sinematis, kurang lebih seperti itu.

Hanya saja, kolaborasi ini tidak selalu berhasil. Pada beberapa bagian film terasa berlarat dan bertele. Terjadi bukan hanya di adegan non-musikal saja, tapi juga yang melibatkan koreografi dan nyanyian. Paling terasa di visualisasi lagu berjudul Gee, Officer Krupke yang terasa melelahkan, jika tidak mau disebut membosankan. Sepertinya Steven belum mampu menyeimbangkan ketukan ritme dengan presisi setara di setiap adegannya.

Bagaimana dengan sang pemeran Tony dan Maria, yang bertugas sebagai pemandu utama filmnya? Jujur saja, Ansel Elgort rasanya bukan orang yang tepat untuk menghidupkan Tony. Ia tidak memiliki kharisma yang diperlukan agar menjadi sosok yang mendapat simpati dari kita. Apalagi saat harus disandingkan dengan Rachel Zegler.

Tidak hanya Rachel memiliki teknik dan kualitas vokal jauh beberapa tingkat di atas Ansel, ia juga memberikan interprestasi yang memukau untuk Maria, sehingga kita bisa merasakan segenap luapan emosinya. Sungguh luar biasa, mengingat ini adalah debut akting bagi Rachel yang dulunya dikenal sebagai YouTuber ini.

Jadi, apakah Steven mampu menggarap sebuah film musikal? Meski hasil akhirnya tidak sempurna, tapi jawabannya iya. Lantas, apakah West Side Story versinya lebih bagus dibandingkan sebelumnya? Rasa-rasanya jawabannya tidak. Meski begitu, tetap saja West Side Story miliknya ini sebuah pengalaman sinematis berkesan yang sayang untuk dilewatkan.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.