Review

Info
Studio : Lola Amaria Production
Genre : Drama
Director : Lola Amaria
Producer : Lola Amaria
Starring : Nadine Chandrawinata, Kelly Tandiono, Ully Triani, Ramon Y. Tungka

Minggu, 09 April 2017 - 15:51:34 WIB
Flick Review : Labuan Hati
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 1815 kali


Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Titien Wattimena (Salawaku, 2017), film terbaru arahan Lola Amaria (Jingga, 2016), Labuan Hati, berkisah mengenai pertemuan sekaligus perkenalan yang tidak disengaja antara Indi (Nadine Chandrawinata) dan Bia (Kelly Tandiono) ketika keduanya sama-sama sedang berliburan di Labuan Bajo, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Bia adalah seorang ibu beranak satu yang sedang melarikan diri dari permasalahan pernikahannya sementara Indi adalah seorang wanita yang telah bertunangan dengan sosok pria yang sepertinya berusaha untuk mengatur setiap sisi kehidupan wanita tersebut. Melihat Indi yang sedang berlibur sendirian, Bia akhirnya mengajak Indi untuk ikut dalam paket wisata yang sedang diikutinya. Ditemani oleh seorang pemandu turis bernama Maria (Ully Triani) dan seorang instruktur selam bernama Mahesa (Ramon Y. Tungka), Indi dan Bia memulai eksplorasi mereka akan keindahan alam di sekitaran wilayah tersebut. Dalam waktu singkat, hubungan Indi, Bia dan Maria tumbuh menjadi persahabatan antara tiga orang wanita yang erat… hingga akhirnya sesosok pria datang dan membuat hubungan tersebut berubah menjadi perang dingin antara ketiganya.

Labuan Hati memulai perjalanan penceritaannya dengan cukup mulus. Daripada terjebak akan pakem kebanyakan film drama Indonesia yang murni hanya menonjolkan gambar-gambar cantik nan eksotis tanpa pernah mampu bertutur dengan baik, Labuan Hati menghadirkan perkenalan karakter yang berjalan dinamis terhadap kedua karakter utamanya. Perbedaan antara karakter Bia, yang digambarkan sebagai seorang turis yang terbiasa berwisata dengan biaya mewah, dengan karakter Indi, yang digambarkan sebagai sosok yang biasa bertualang dalam setiap kegiatan wisatanya, mampu dipaparkan dengan baik. Chemistry yang menawan antara Chandrawinata dengan Tandiono juga cukup membantu momen perkenalan antara karakter Indi dan Bia menjadi terasa begitu manis sekaligus meyakinkan. Amaria juga secara perlahan mampu menyelipkan petunjuk-petunjuk mengenai latar belakang kisah kehidupan kedua karakter utama filmnya di sela-sela perjalanan kisah film ini yang membuat penonton secara perlahan mulai memahami gambaran sikap akan deretan karakter yang sedang mereka ikuti kisahnya.

Labuan Hati mulai terasa menghadapi masalah dalam jalan pengisahannya ketika konflik utama film dihadirkan di paruh kedua penceritaan. Kisah persaingan antara tiga orang wanita untuk merebut perhatian satu orang pria yang sama sebenarnya bukanlah sebuah premis yang buruk. Namun, naskah cerita Wattimena tidak pernah mampu menghadirkan pengembangan yang lebih kuat atas premis tersebut. Hasilnya, kebanyakan paruh kedua dan ketiga film dihabiskan untuk berputar-putar pada permasalahan yang sama dari tiga sudut pandang yang berbeda namun tanpa pendalaman konflik yang berarti. Karakter pria yang menjadi rebutan bagi karakter Indi, Bia dan Maria sendiri juga kurang mendapatkan eksplorasi cerita yang kuat yang mampu membuat karakternya terlihat menarik dan penonton setidaknya mengerti mengapa ketiga karakter wanita mau bersaing memperebutkan perhatiannya – well… selain, tentu saja, karena ketiadaan karakter pria lain dalam jalan cerita film ini. Labuan Hati akhirnya menjadi terasa kosong tanpa kehadiran konflik yang benar-benar kuat.

Meskipun hadir dengan naskah cerita yang minim eksplorasi konflik yang lebih kuat, Labuan Hati harus diakui hadir dengan kualitas produksi yang tidak mengecewakan. Arahan Amaria terhadap jajaran pengisi departemen akting dan ritme penceritaan filmnya setidaknya mampu membuat Labuan Hati terus berjalan mengalir dengan baik. Sebagai film yang menjadikan lokasi sebagai salah satu latar belakang pengisahan, Amaria juga mampu mendapatkan gambar-gambar yang begitu menarik untuk disaksikan dari tangan penata kamera, Sony Seniawan. Pemilihan untuk menggunakan teknik fade out dalam pergantian beberapa adegan mungkin terasa sedikit menganggu meskipun bukanlah sebuah masalah yang besar. Dari departemen akting, Chandrawinata, Tandiono, Triani dan Tungka mampu memberikan penampilan yang apik. Keempatnya berhasil membuat karakter-karakter yang mereka perankan tampil hidup dan menarik untuk diikuti perkembangan kisahnya – meskipun dengan kisah yang seringkali terasa menjemukan untuk disaksikan.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.