Di tahun 1982, sutradara asal Hong Kong, Chang Hsin-yen, merilis film Shaolin Temple yang menceritakan mengenai peristiwa penyerbuan, penyerangan dan pembakaran sebuah kuil Shaolin yang dilakukan ribuan pasukan Dinasti Qing. Shaolin Temple, yang mejadi film produksi Hong Kong pertama yang diizinkan untuk mengambil gambarnya di daerah China daratan, dengan cepat meraih sukses besar pada masa rilisnya, membantu bangkitnya kembali kepopularitasan seni bela diri Kung Fu sekaligus mengangkat nama bintang baru, Jet Li, ke deretan aktor papan atas negara tersebut.
29 tahun kemudian, sutradara Benny Chan (City Under Siege, 2010) mencoba menceritakan kembali kisah Shaolin Temple kepada penonton film generasi baru lewat remake film tersebut yang berjudul Shaolin. Walaupun sebuah remake, lewat bantuan penulis naskah, Alan Yuen, Chan melakukan beberapa perubahan pada plot cerita film yang kebanyakan sepertinya bertujuan untuk menambah dramatisasi dari berbagai adegan film ini. Dengan membawa nama-nama besar seperti Andy Lau, Jackie Chan dan Nicholas Tse untuk mengisi departemen akting serta koreografer, Corey Yuen — yang telah berpengalaman puluhan tahun menangani ratusan film laga Asia dan Hollywood, Chan sepertinya memang berniat untuk menjadikan Shaolin sebagai film blockbuster pertama Hong Kong untuk tahun ini.
Ceritanya sendiri berlatarbelakangkan beberapa waktu seusai kejatuhan Dinasti Qing, ketika banyak pihak berperang untuk saling merebut wilayah kekuasaan tanpa mempedulikan pengaruhnya pada penduduk di daerah tersebut yang sering menjadi korban akibat banyakanya peperangan. Disini, penonton kemudian dikenalkan pada Hou Jie (Lau), seorang panglima perang yang tak mengenal rasa takut dan baru saja merebut wilayah kota Dengfeng bersama tangan kanannya, Cao Man (Tse). Kesuksesannya tersebut membuat Hou Jie menjadi seorang manusia yang angkuh dan tidak pernah peduli pada hal lain selain kepentingan dirinya sendiri.
Kehidupan Hou Jie kemudian berbalik total ketika Cao Man mengkhianati dirinya demi merebut kursi kekuasaan. Pengkhianatan tersebut – yang merenggut puteri Hou Jie satu-satunya serta membuat istrinya, Yan Xi (Fan Bingbing), memutuskan untuk meninggalkan dirinya untuk selamanya – membuat Hou Jie tersadar mengenai bagaimana rupa perlakuannya selama ini. Lewat bantuan seorang juru masak (Chan) di sebuah kuil Shaolin, Hou Jie kemudian berniat untuk merubah dan menghapus seluruh sifat buruknya serta memulai sebuah kehidupan baru sebagai murid di kuil tersebut. Namun, mas lalu tentu tidak dapat lenyap begitu saja. Cao Man yang mengetahui bahwa Hou Jie masih hidup, kemudian menawarkan imbalan kepada siapa saja yang dapat menangkap Hou Jie.
Terlepas dari judul yang mungkin akan membuat sebagian orang mengira bahwa film ini akan menyajikan deretan adegan aksi yang menggunakan seni bela diri Kung Fu, Shaolin sama sekali bukanlah sebuah film yang tepat untuk dikategorikan sebagai sebuah film action. Tentu, Benny Chan tetap menyertakan sejumlah adegan yang melibatkan penggunaan Kung Fu dan mampu diarahkan dengan baik oleh koreografer Corey Yuen, namun secara keseluruhan, Shaolin adalah sebuah kisah melodrama tanah China yang bercerita mengenai perjuangan untuk menebus sebuah kesalahan yang disisipi prinsip-prinsip kebijaksanaan Buddha. Walaupun kadang terdengar terlalui menggurui, namun keputusan Benny Chan untuk memasukkan nilai-nilai tersebut sepertinya memang sangat relevan untuk merefleksikan apa yang sedang terjadi di kehidupan sosial dunia saat ini.
Walau begitu, harus diakui sineas Chan mampu merangkai Shaolin menjadi sebuah film dengan jalinan emosional yang cukup terjaga dengan baik. Momen-momen terbaik film ini berada di awal film, ketika Chan berhasil memberikan intensitas yang cukup dalam ketika menghadirkan deretan adegan peperangan sekaligus dramatisasi yang sangat menyentuh ketika menyajikan tragedi yang menimpa keluarga Hou Jie. Sayangnya, secara perlahan ritme Shaolin mulai melamban dengan cara Chan menghadirkan kisah diluar kehidupan karakter Hou Jie. Bagian ini, yang diisi dengan kehidupan para murid Shaolin maupun mengenai kehidupan para masyarakat yang hidup di sekitar kuil, terasa hanya sebagai sebuah tempelan cerita sebelum Chan memfokuskan kembali cerita pada kisah penyerangan yang dilakukan pasukan Cao Man terhadap kuil Shaolin.
Dalam perannya, Andy Lau masih mampu dengan baik menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang aktor besar. Perubahan sifat karakternya tercermin dengan baik lewat aktingnya yang alami semenjak awal hingga film berakhir. Walaupun porsi aktingnya sedikit, Jackie Chan juga berhasil mencuri perhatian dengan kemampuan komedinya serta seni bela diri yang ia tampilkan. Sayangnya, hal yang sama tidak berlaku bagi Nicholas Tse, yang mampu membawakan karakternya yang antagonis dan misterius dengan baik namun tidak mendapatkan penggalian karakter yang lebih dalam lagi sehingga menjadikan karakternya terlalu monoton. Selain ketiga aktor ini, hampir seluruh pengisi jajaran departemen akting mampu menampilkan permainan terbaiknya, khususnya karakter pendukung yang ditampilkan oleh aktor Wu Jing dan aktris Fan Bingbing. Walaupun peran keduanya cukup minor, namun setiap kehadirannya mampu memberikan tambahan energi pada jalan cerita yang disajikan.
Berhasil menghadirkan gambar-gambar yang sangat indah, tata teknis yang terjaga baik serta sangat dibantu dengan penampilan yang apik dari jajaran pemeran film ini, Shaolin adalah sebuah film yang mampu menghadirkan kisah yang dipenuhi banyak pesan spiritual namun tetap mampu menghibur penontonnya. Memang, jalan cerita yang ditulis oleh Alan Yuen terasa begitu familiar dengan beberapa kali sempat terasa menjenuhkan, khususnya dengan beberapa plot tambahan yang tidak begitu penting untuk dihadirkan. Namun di luar titik-titik kelemahan tersebut, Benny Chan berhasil menggarap Shaolin menjadi sebuah dengan kemasan yang sangat mengagumkan dan kualitas yang tidak mengecewakan.
Rating :