Ada dua alasan mengapa Anne Hathaway memilih untuk meninggalkan peran untuk mengisisuarakan karakter utama, Red Puckett, dalam sekuel film animasi Hoodwinked! (2006). Alasan pertama jelas karena nama Hathaway yang telah demikian melambung semenjak ia mengisisuarakan film animasi berkualitas medioker ini – dan Hathaway tentu kini lebih memilih untuk terlibat dalam film animasi yang lebih berkelas seperti Rio (2011). Alasan kedua… well… Hoodwinked! memiliki kualitas yang medioker, mulai dari kualitas presentasi visual maupun pengolahan naskah ceritanya. Kualitas tersebut juga masih begitu terasa pada Hoodwinked Too! Hood vs. Evil. Meskipun telah didorong dengan perbaikan tingkat kualitas pada sisi visualnya, namun naskah cerita Hoodwinked Too! Hood vs. Evil tetap gagal untuk menjadikan film animasi ini mampu memiliki eleman kuat untuk menarik perhatian para penontonnya.
Jalan cerita Hoodwinked Too! Hood vs. Evil sendiri dimulai ketika para agen rahasia Happily Ever After Agency yang terdiri dari Wolf (Patrick Warburton), Granny (Glenn Close) dan Twitchy (Cory Edwards) mendapatkan tugas dari pimpinan mereka, Nicky Flippers (David Ogden Stiers), untuk menyelamatkan pasangan kakak beradik, Hansel (Bill Hader) dan Gretel (Amy Poehler), yang telah diculik oleh seorang penyihir jahat. Ketiadaan Red Puckett (Hayden Panettierre) yang sedang menjalani pendidikan spritual bersama kelompok Sisters of the Hood membuat kekuatan para agen rahasia tersebut melemah. Sial, bukannya berhasil untuk menyelamatkan para korban, Granny bahkan kini turut dibawa lari oleh sang penyihir jahat bersama dengan pasangan kakak beradik yang telah diculiknya.
Informasi mengenai menghilangnya Granny akibat diculik sang penyihir jahat dengan cepat sampai ke telinga Red Puckett. Segera saja, Red Puckett meninggalkan kelompok Sisters of the Hood dan bergabung kembali bersama rekan-rekannya di Happily Ever After Agency. Meskipun minim akan petunjuk mengenai dimana keberadaan Granny serta Hansel dan Gretel setelah diculik sang penyihir jahat, namun Red Puckett tetap tidak menyerah begitu saja untuk menelusuri jejak Granny bersama dengan Wolf dan Twitchy. Sayang, perdebatan yang terus menerus terjadi antara Red Puckett dengan dua rekannya membuat Wolf dan Twitchy memilih untuk meninggalkan dirinya. Sendirian, sang gadis berkerudung merah tersebut akhirnya harus terus berjuang untuk menemukan kembali sekaligus menyelamatkan Granny dari sang penyihir jahat.
Dengan kesuksesan komersial yang cukup mengejutkan dari film pertamanya – dimana Hoodwinked! mampu meraih pendapatan sebesar lebih dari US$110 juta dari total bujet yang hanya mencapai kurang dari US$8 juta – tidaklah mengherankan jika kini Hoodwinked Too! Hood vs. Evil dihadirkan dengan tampilan visual yang lebih mulus daripada tampilan visual di seri sebelumnya. Memang, harus diakui, kualitas presentasi visual film ini masih berada di kelas yang inferior jika dibandingkan dengan kebanyakan film animasi produksi Hollywood lainnya. Namun, perbaikan tersebut tetap mampu memberikan Hoodwinked Too! Hood vs. Evil sebuah poin tersendiri. Perbaikan juga dapat dirasakan dari kualitas produksi lainnya seperti penataan gambar dan musik yang kini terasa jauh lebih berkelas dari Hoodwinked!.
Sayangnya, perbaikan pada kualitas tata produksi Hoodwinked Too! Hood vs. Evil sama sekali tidak diiringi dengan menguatnya kualitas penulisan naskah cerita film. Masih ditangani oleh Cory Edwards, Todd Edwards dan Tony Leech, sama seperti seri sebelumnya, naskah cerita film ini masih mengandalkan konflik-konflik klise yang biasa ditemui pada film-film animasi yang jalan ceritanya dominan ditujukan kepada para penonton muda. Bukan masalah besar sebenarnya jika duo Edwards dan Leech mampu mengelola jalan cerita dan karakter-karakter dalam film ini dengan baik. Namun deretan guyonan maupun konflik yang tersaji dalam Hoodwinked Too! Hood vs. Evil benar-benar gagal untuk tampil istimewa. Ditambah dengan alur penceritaan arahan sutradara Mike Disa yang begitu terombang-ambing antara satu bagian dengan bagian lain, Hoodwinked Too! Hood vs. Evil sebenarnya tampil tidak benar-benar buruk namun sayangnya dikemas dengan begitu dangkal sehingga membuatnya jauh dari kesan menarik untuk diikuti penceritaannya.
Meskipun dengan penggalian kisah dan karakter yang dangkal, Disa beruntung masih diberkahi dengan jajaran nama bertalenta suara luar biasa yang dapat menjadikan karakter mereka begitu hidup dan menarik. Hayden Panettierre harus diakui mampu menggantikan posisi Anne Hathaway dengan cukup baik. Begitu juga jajaran pengisi suara dari seri sebelumnya seperti Glenn Close, Patrick Warburton dan Cory Edwards. Meskipun begitu, adalah duo Bill Hader dan Glenn Close yang mampu begitu mencuri perhatian dengan aksen Jerman mereka dalam mengisisuarakan karakter Hansel dan Gretel. Dengan sentuhan komikal mereka yang luar biasa, Hader dan Poehler mampu menjadikan karakter Hansel dan Gretel begitu menarik meskipun dengan porsi penceritaan yang begitu terbatas.
Tidak banyak hal yang dapat diceritakan dari Hoodwinked Too! Hood vs. Evil. Seandainya seri pendahulunya, Hoodwinked!, tidak memiliki nasib yang beruntung dengan keberhasilannya dalam meraup keuntungan komersial yang cukup tinggi, mungkin The Weinstein Company telah melupakan begitu saja tentang keberadaan film ini. Hoodwinked Too! Hood vs. Evil sebenarnya telah memiliki peningkatan yang signifikan dalam kualitas tata produksinya – meskipun masih terasa datar jika dibandingkan dengan barisan animasi mewah produksi Hollywood lainnya. Namun, peningkatan kualitas produksi tersebut sayangnya tidak diiringi dengan pengingkatan kualitas penceritaan film. Hasilnya, terlepas dari tampilan visual yang semakin terlihat mulus, Hoodwinked Too! Hood vs. Evil masih terasa sebagai film animasi dengan kualitas yang masih dibawah standar.
Rating :