News


Kamis, 10 Januari 2019 - 18:13:41 WIB
How to Train Your Dragon: The Hidden World
Diposting oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 1576 kali

Masih ingat dengan Hiccup dan Toothless? Setelah How to Train Your Dragon (Chris Sanders, Dean DeBlois, 2010) yang berhasil memenangkan kategori Best Animated Feature di ajang The 83rd Annual Academy Awards dan How to Train Your Dragon 2 (DeBlois, 2014) yang mampu mengumpulkan pendapatan komersial sebesar lebih dari US$600 juta yang mengungguli pendapatan komersial seri pendahulunya, DreamWorks Animation kini merilis film teranyar dari seri How to Train Your Dragon – yang juga digadang menjadi seri terakhir, How to Train Your Dragon: The Hidden World. Layaknya dua film pendahulunya, film yang masih diarahkan oleh DeBlois ini terus mengeksplorasi hubungan antara sang ketua suku Viking dari kelompok Berk, Hiccup (Jay Baruchel), dengan naga yang dipeliharanya semenjak kecil, Toothless, dengan kini membawa eksplorasi hubungan tersebut pada kemampuan Hiccup untuk menggantikan sang ayah, Stoick the Vast (Gerard Butler), menjadi pemimpin bagi suku mereka. Mampukah How to Train Your Dragon: The Hidden World menghasilkan daya tarik yang setara dengan daya tari yang dihasilkan oleh dua film terdahulu? 

Dengan latar belakang waktu pengisahan yang berada satu tahun setelah berbagai konflik yang diceritakan pada How to Train Your Dragon 2, How to Train Your Dragon: The Hidden World berkisah mengenai Hiccup yang kini menggantikan posisi ayahnya sebagai pemimpin bagi suku Berk. Meskipun telah berhasil menciptakan hubungan yang dinamis antara manusia dengan para naga, tindakan Hiccup untuk terus membebaskan para naga dari tangkapan para pemburu naga seringkali mendapatkan kritisi dari banyak rakyatnya yang menilai keberadaan para naga membuat lingkungan tempat tinggal mereka menjadi sempit. Di saat yang bersamaan, Hiccup didatangi oleh seorang pemburu naga bernama Grimmel the Grisly (F. Murray Abraham), yang membenci hubungan baik yang telah tercipta antara manusia dengan para naga dan mengancam Hiccup bahwa pasukannya akan menyerang tempat tinggal suku Berk jika Hiccup tidak menyerahkan naga peliharaan Hiccup, Toothless, pada dirinya. Kedua permasalahan tersebut kemudian mendorong Hiccup untuk menemukan sebuah tempat tersembunyi yang dahulu pernah diceritakan sang ayah dimana para naga berkumpul dan tinggal dengan damai.

 

Pengarahan DeBlois dan naskah cerita yang digarapnya untuk How to Train Your Dragon: The Hidden World masih mampu menghasilkan beberapa titik cerah pengisahan yang menyenangkan ketika film ini menumpukan linimasa kisahnya pada hubungan antara Hiccup dengan teman-temannya maupun, tentu saja, hubungan antara Hiccup dengan naga kesayangannya, Toothless. Namun, film ini mulai kehilangan detak kehidupannya ketika DeBlois berusaha untuk memperluas karakterisasi Hiccup dengan memperdalam pengisahan konflik mengenai problema sang karakter ketika berusaha menjadi seorang sosok pemimpin yang lebih baik dan bijaksana bagi kelompoknya. Permasalahan utamanya memang terletak pada karakter Hiccup sendiri. Meskipun merupakan sosok yang tergambar dengan baik, Hiccup tidak pernah mampu diberikan karakterisasi yang benar-benar menarik – sebuah problema yang memang telah ada semenjak How to Train Your Dragon. Daya tarik seri film ini terletak pada persahabatan yang terjalin antara karakter Hiccup dengan Toothless dan… well… Toothless sendiri. Maka, ketika kedua elemen tersebut dihilangkan atau diminimalisir, karakter Hiccup dan kisahnya berujung menjadi paruh cerita yang cenderung membosankan.

Problema ini masih diperkuat dengan ketidakmampuan DeBlois untuk memberikan pijakan yang kuat (dan menarik) bagi keberadaan konflik yang hadir dalam kehidupan karakter Hiccup. Berbagai pertentangan antara dirinya dengan para anggotaa sukunya tidak pernah mampu diolah menjadi konflik yang krusial. Perseteruan dengan karakter Grimmel the Grisly juga lebih sering mengalun lamban dan kurang kuat. Sementara itu, plot mengenai kisah romansa antara karakter Hiccup dengan karakter Astrid (America Ferrera) juga tidak terasa lebih baik dan berkembang jika dibandingkan dengan romansa yang terbangun antara Toothless dan Light Fury. DeBlois terasa kekurangan ide untuk mengembangkan paruh pertengahan film dan sengaja untuk menyimpan seluruh kekuatan penceritaan pada paruh akhir dengan menghadirkan paduan adegan aksi, tata visual yang indah, dan beberapa kisah persahabatan yang cukup emosional. Berhasil, meskipun terasa tidak terlalu maksimal akibat penempatannya yang seakan telah tenggelam oleh paruh penceritaan sebelumnya yang terlampau hampa.

Cukup disayangkan jika perjalanan How to Train Your Dragon ditutup dengan presentasi selemah How to Train Your Dragon: The Hidden World. Bukan sebuah presentasi yang buruk. Namun, khususnya jika dibandingkan dengan dua film pendahulunya, How to Train Your Dragon: The Hidden Dragon terasa dipaksakan keberadaannya dan berakhir sebagai sebuah sajian yang gagal untuk tersaji secara benar-benar matang. Toothless. Tidak bergigi.


Share |


Berita Terkait :
Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.