News


Minggu, 24 September 2017 - 20:45:34 WIB
Gerbang Neraka
Diposting oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 2116 kali

Setelah menghabiskan waktu beberapa saat dalam masa paska-produksi dengan judul Firegate, Legacy Pictures akhirnya merilis film kedua mereka yang diarahkan oleh Rizal Mantovani – setelah Jailangkung beberapa waktu yang lalu – dengan judul Gerbang Neraka. Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Robert Ronny (Critical Eleven, 2017), Gerbang Neraka berusaha menghadirkan hibrida dari unsur pengisahan horor dengan fiksi ilmiah dan drama petualangan yang jelas merupakan sebuah paduan yang masih tidak terlalu sering diangkat oleh kebanyakan film Indonesia. Pretty refreshing? Sure. Sayangnya, dalam pengolahan penceritaannya, Gerbang Neraka seringkali terasa tenggelam oleh ide besar yang dimiliki dan ingin disampaikannya. Hasilnya, selain tampil dengan presentasi yang dipenuhi oleh lubang-lubang pengisahan pada banyak bagian ceritanya, Gerbang Neraka tidak mampu untuk memenuhi ekspektasi menjadi sebuah sajian horor/fiksi ilmiah/drama petualangan yang benar-benar efektif.

Gerbang Neraka memulai pengisahannya dengan penemuan sebuah bangunan piramida – yang ternyata merupakan struktur bangunan piramida tertua di dunia – di wilayah Jawa Barat, Indonesia yang kemudian dinamakan dengan Piramida Gunung Padang. Pemerintah kemudian menunjuk seorang arkeolog, Arni Kumalasari (Julie Estelle), untuk menjadi kepala tim arkeologi guna meneliti lebih lanjut mengenai keberadaan piramida tersebut. Sial, setelah beberapa waktu proses penelitian Piramida Gunung Padang dimulai, berbagai kejadian aneh bernuansa mistis mulai terjadi pada para peneliti yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Walau awalnya menolak bahwa deretan kejadian aneh tersebut berhubungan dengan dunia klenik namun Arni Kumalasari kemudian mulai mencari orang-orang yang paham mengenai dunia supranatural untuk membantunya menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dengan bantuan seorang wartawan tabloid mistis, Tomo Gunadi (Reza Rahadian), dan seorang paranormal, Guntur Samudra (Dwi Sasono), Arni Kumalasari mulai menelusuri misteri yang sebenarnya dari Piramida Gunung Padang.

Gerbang Neraka sebenarnya memulai pengisahannya dengan cukup baik. Bangunan drama yang berfokus pada kepribadian dari karakter Tomo Gunadi yang kemudian dipadukan dengan pengenalan karakter serta konflik utama film mampu disajikan dengan tuturan kisah yang apik. Detak pengisahan jalan cerita film ini juga tampil lebih kuat seiring dengan semakin larutnya penelitian yang dilakukan oleh karakter Arni Kumalasari dan tim arkeologinya terhadap Piramida Gunung Padang. Kelihaian Ronny dalam membangun struktur cerita bagi Piramida Gunung Padang dari segi pengisahan ilmiah mampu menyumbangkan banyak momen menyenangkan (dan menyegarkan) pada bagian awal penceritaan Gerbang Neraka. Namun, seiring dengan semakin kentalnya unsur horor dan supranatural yang hadir dalam penceritaan film, fokus pengisahan yang awalnya terasa tajam dan kuat secara perlahan mulai terasa pecah dan menghasilkan struktur narasi yang cenderung berantakan.

Fokus terhadap jalan pengisahan mengenai penelitian ilmiah pada Piramida Gunung Padang yang mulai memudar harus diakui memberikan andil yang cukup besar pada deretan masalah yang menghantui penceritaan Gerbang Neraka dari paruh kedua hingga akhir pengisahan film. Banyak konflik dan plot cerita yang dihadirkan terasa mentah akibat ketiadaan pengembangan kisah yang lebih mumpuni. Unsur horor yang dihadirkan memang mampu disajikan dengan atmosfer pengisahan yang tepat namun kurang mampu untuk hadir secara lebih efektif akibat keberadaan lubang-lubang pengisahan di banyak bagian penceritaannya. Sebuah twist pengisahan yang melibatkan kehadiran aktor Lukman Sardi juga dieksekusi secara hambar – jika tidak ingin disebut terlalu preachy atau terasa pretensius – dengan penyampaian yang cenderung bertele-tele.

Sebagai seorang sutradara, Mantovani sendiri telah memberikan usaha terbaiknya untuk mengembangkan naskah cerita Gerbang Neraka yang memiliki banyak keterbatasan. Terlepas dari berbagai kelemahan penceritaannya, Mantovani mampu menghadirkan film dengan ritme pengisahan yang sesuai. Kualitas produksi film juga berhasil dijaga dengan baik termasuk penampilan tata efek visual yang terlihat begitu meyakinkan. Mantovani juga secara jeli mengisi departemen akting filmnya dengan talenta-talenta akting yang jelas tidak diragukan lagi kemampuannya. Rahadian, Estelle, dan Sasono menterjemahkan karakter yang mereka perankan dengan baik – meskipun Rahadian, entah mengapa, terasa hadir dengan penampilan akting yang kurang lepas. Jelas menyenangkan untuk melihat pembuat film Indonesia berani menjelajah ke sebuah teritori pengisahan baru dalam presentasi mereka. Namun, ide besar dalam keberanian menjelajahi sebuah wilayah pengisahan baru tersebut jelas juga membutuhkan pengembangan yang sama besar dan beraninya. Dan Gerbang Neraka, sayangnya, kurang mampu untuk melakukan hal tersebut.


Share |


Berita Terkait :
Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.