News


Kamis, 02 Oktober 2014 - 16:51:46 WIB
A Walk Among the Tombstones
Diposting oleh : Haris Fadli Pasaribu (@oldeuboi) - Dibaca: 3149 kali

Dengan judul seperti A Walk Among The Tombstones, selintas kita bisa mengasosiasikannya sebagai film Western. Tapi, tidak. Film yang diangkat dari salah satu novel karya Lawrence Block yang berjudul sama ini berseting di Amerika moderen. Meski kalau dicermati, sosok Matthew Scudder yang menjadi penggerak ceritanya, bisa saja menjadi seorang koboi penyendiri yang  melanglang di dunia barat yang liar.

Matthew Scudder diperankan oleh Liam Neeson. Dengan sosok gahar yang dibentuk oleh beberapa filmnya di dekade terakhir, mudah membayangkan Scudder sebagai seorang koboi. Meski sekali lagi harus ditekankan ini bukan film Western. Scudder adalah mantan polisi dengan masa lalu yang disesalinya dan kemudian memilih menjadi seorang penyelidik swasta.

Ia kemudian diminta tolong oleh Kenny Kristo (Dan Stevens, Downton Abbey, The Guest) untuk menemukan para penculik dan pembunuh istrinya. Meski awalnya menolak, namun akhirnya Scudder bersedia. Dibantu oleh seorang anak laki-laki pra-remaja tuna wisma bernama TJ (jebolan The X Factor Amerika, Brian "Astro" Bradley) ia mencoba melakukan tugasnya dan kemudian menemukan sosok-sosok dengan motif kelam yang berada di belakang kasus ini.

Scott Frank, sutradara film, bukannya tidak tergoda untuk membangkitkan sosok fenomenal Bryan Mills yang diperankan Neeson dari seri Taken, dalam diri Scudder. Ada beberapa momentum dimana kita bisa merasakan persona Mills dalam Scudder. Tapi syukurlah ia tidak terjebak dalam keinginan tersebut dan memilih menghadirkan Neeson sebagai Scudder yang penyendiri, murung dan getir.

Scudder adalah karakter rekaan Block yang sudah hadir dalam belasan buku, mulai dari tahun 1976 hingga 2011. A Walk Among The Tombstones bukanlah film pertama yang menghadirkan Scudder. Pada tahun 1986, Jeff Bridges berperan sebagai Scudder dalam sebuah film berjudul 8 Millions Ways To Die (dan tidak ada hubungannya dengan komedi Western konyol A Million Ways to Die in the West, dimana Neeson dipermalukan oleh MacFarlane). Dengan Oliver Stone tercatat sebagai salah satu penulis skripnya, sayangnya film tidak mendapat sambutan yang memuaskan. Selain dianggap gagal menangkap esensi dan karakterisasi yang ingin disampaikan oleh Block, film juga merubah banyak hal penting yang seharusnya diperlukan filmnya.

A Walk Among The Tombstones bukannya tidak melalukan perombakan di sana-sini sebagai bagian proses adaptasi, tapi  Frank yang juga berpengalaman sebagai penulis naskah (Dead Again, Out of  Sight, Minority Report, The Wolverine) mengerti benar novel dan karakternya. Ia bisa menangkap rasa getir dan murung dan mengaplikasikannya ke dalam atmosfir film.

Nuansa gelap dan tempo yang berjalan dengan lambat mungkin bisa menjadi kendala untuk menikmati film ini. Tapi Frank mengeksekusi filmnya dengan penuh gaya. Editingnya cukup cekatan agar filmnya terasa dinamis dan tidak membosankan, walau subplot hubungan Scudder bersama TJ di babak kedua agak membuat pace sedikit berlarat. Syukurlah memasuki akhir, film kembali solid.

Sinematografinya juga cantik dan memanjakan mata. Tapi yang paling penting, Frank mampu membiarkan filmnya mengalir dengan arus yang beriak dan berliku, sehingga memancing rasa minat untuk terus mengikuti kemana dia bergerak. Meski pun sedikit kering di sisi laga, tapi saat harus terjadi, Frank pun menghadirkannya dengan intensitas yang terjaga.

Dan ia tepat untuk memilih Neeson sebagai pemeran utamanya. Tidak hanya ia memberikan sosok bernuansa keras yang diperlukan, tapi juga memberi jiwa dan kedalaman pada Matthew Scudder sebagai sosok  simpatik dengan masa lalu yang kelam. Ini lah yang kemudian membedakan Scudder dengan Mills misalnya, karena meski determinasi membuatnya menjadi karakter yang kokoh juga berbahaya, namun ia tetap manusia biasa dengan segala kekurangannya dan rentan akan bahaya. Dengan demikian film pun menjadi lebih nyata dan lekat.

Patut ditunggu film yang menampilkan aksi Matthew Scudder berikutnya.


Share |


Berita Terkait :
Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.